BERITA DETAIL

  • Home / Berita Detail
Blog Images

Korporasi vs. Koperasi

Assalamualaikum wr.wb., salam sejahtera bagi kita semua. Izin pada Imajinasi #84 ini menyampaikan ilustrasi dengan hasil perhitungan bahwa kalau ingin mewujudkan pertumbuhan dan sekaligus juga pemerataan ekonomi untuk semua, tak ada pilihan lain kecuali koperasi. Salam koperasi.

***
Di sebuah kota kecil bernama Harmoni, terdapat dua perusahaan besar yang berdiri berdampingan. Keduanya memiliki modal awal yang sama, yaitu Rp 350 triliun, dan laba bersih tahunan yang sama, yaitu Rp 50 triliun. Namun, cara mereka mengelola bisnis dan mendistribusikan keuntungan sangat berbeda. Yang satu adalah Korporasi Maju Jaya, sementara yang satu lagi adalah Koperasi Sejahtera Bersama. Kisah ini akan menjelaskan bagaimana perbedaan struktur dan tujuan mereka memengaruhi kehidupan para anggotanya—dan bagaimana hal itu berdampak pada ketimpangan di masyarakat.

Awal yang Sama, Tujuan yang Berbeda

Korporasi Maju Jaya dan Koperasi Sejahtera Bersama memulai perjalanan mereka dengan modal yang sama. Keduanya memiliki 1.000 anggota, masing-masing menyetor Rp 350 miliar sebagai modal awal. Namun, di balik kesamaan ini, tersembunyi perbedaan mendasar.

Korporasi Maju Jaya menganut prinsip "satu saham, satu suara". Artinya, semakin banyak saham yang dimiliki seseorang, semakin besar kekuasaannya dalam mengambil keputusan. Sebaliknya, Koperasi Sejahtera Bersama mengusung prinsip "satu orang, satu suara". Di sini, setiap anggota memiliki hak suara yang sama, terlepas dari besarnya modal yang disetor.

Distribusi Keuntungan: Dua Dunia yang Berbeda

Setahun berlalu, kedua perusahaan berhasil menghasilkan laba bersih sebesar Rp 50 triliun. Namun, cara mereka mendistribusikan keuntungan ini sangat berbeda.

Di Korporasi Maju Jaya, laba dibagikan sebagai dividen kepada pemegang saham berdasarkan proporsi kepemilikan saham. Kepemilikan sahamnya tidak merata. Ada 10% anggota (100 orang) yang menguasai 60% saham, sementara 90% anggota (900 orang) hanya memiliki 40% saham. Akibatnya, 100 anggota mayoritas menerima Rp 300 miliar per orang, sementara 900 anggota minoritas hanya mendapat Rp 22,2 miliar per orang. Ketimpangan pun semakin melebar.

Di Koperasi Sejahtera Bersama, laba dibagikan sebagai Sisa Hasil Usaha (SHU) dengan prinsip keadilan partisipatif. Sebanyak 70% laba (Rp 35 triliun) dibagikan kepada anggota, dengan 40% berdasarkan modal dan 60% berdasarkan partisipasi. Namun, partisipasi ini tidak hanya diukur dari modal, tetapi juga dari keterlibatan aktif anggota dalam berbagai kegiatan koperasi.

Kegiatan Partisipasi di Koperasi Sejahtera Bersama

Berikut adalah beberapa contoh kegiatan partisipasi yang dilakukan oleh anggota Koperasi Sejahtera Bersama:

1. Kehadiran dalam Rapat dan Kegiatan:
  - Anggota seperti Bu Siti selalu hadir dalam setiap rapat anggota tahunan dan rapat pengurus. Ia bahkan sering memberikan masukan berharga untuk pengembangan koperasi. Karena keaktifannya, Bu Siti mendapatkan nilai partisipasi tinggi.
  - Sebaliknya, Pak Andi jarang hadir dalam rapat. Ia hanya datang sekali setahun untuk mengambil SHU. Karena itu, nilai partisipasinya rendah.

2. Pembelian Produk atau Layanan Koperasi:
  - Pak Budi rutin membeli produk koperasi, seperti sembako dan peralatan rumah tangga. Ia juga aktif menggunakan layanan simpan pinjam koperasi. Karena kontribusinya, Pak Budi mendapatkan nilai partisipasi tinggi.
  - Sementara itu, Bu Rina hanya sesekali membeli produk koperasi. Ia lebih sering berbelanja di pasar swalayan. Karena itu, nilai partisipasinya sedang.

3. Kontribusi dalam Pengambilan Keputusan:
  - Pak Joko adalah anggota yang sangat aktif dalam memberikan ide dan saran. Ia bahkan mengusulkan program pelatihan kewirausahaan untuk anggota koperasi. Karena kontribusinya, Pak Joko mendapatkan nilai partisipasi tinggi.
  - Di sisi lain, Bu Yuni lebih sering diam dalam rapat. Ia jarang memberikan masukan, sehingga nilai partisipasinya rendah.

4. Keterlibatan dalam Program Koperasi:
  - Bu Ani adalah relawan aktif dalam kegiatan sosial koperasi, seperti donor darah dan bakti sosial. Ia juga rutin mengikuti pelatihan yang diadakan koperasi. Karena itu, Bu Ani mendapatkan nilai partisipasi tinggi.
  - Pak Dodi jarang mengikuti kegiatan koperasi. Ia lebih memilih menghabiskan waktu luangnya di rumah. Karena itu, nilai partisipasinya rendah.

5. Promosi dan Sosialisasi Koperasi:
  - Pak Rudi adalah anggota yang sangat aktif mempromosikan koperasi kepada teman dan tetangganya. Berkat usahanya, banyak orang baru bergabung dengan koperasi. Karena itu, Pak Rudi mendapatkan nilai partisipasi tinggi.
  - Bu Lisa tidak pernah mempromosikan koperasi. Ia merasa itu bukan tanggung jawabnya. Karena itu, nilai partisipasinya rendah.

Dampak pada Ketimpangan: Koefisien Gini Bercerita

Sebelum kedua perusahaan ini beroperasi, tingkat ketimpangan di Harmoni diukur dengan koefisien Gini sebesar 0,38—angka yang menunjukkan ketimpangan sedang. Namun, setelah setahun berjalan, dampak dari kedua model bisnis ini terlihat jelas.

Korporasi Maju Jaya memperburuk ketimpangan. Konsentrasi kekayaan di tangan segelintir orang membuat koefisien Gini melonjak menjadi 0,55. Angka ini menunjukkan ketimpangan yang tinggi, di mana sebagian kecil anggota menikmati sebagian besar keuntungan.

Sebaliknya, Koperasi Sejahtera Bersama berhasil mengurangi ketimpangan. Dengan distribusi keuntungan yang lebih adil, koefisien Gini turun menjadi 0,25. Angka ini mencerminkan masyarakat yang lebih setara, di mana setiap anggota merasakan manfaat dari usaha kolektif.

Refleksi: Mana yang Lebih Baik?

Kisah Korporasi Maju Jaya dan Koperasi Sejahtera Bersama mengajarkan kita tentang pentingnya memilih model bisnis yang sesuai dengan nilai yang ingin kita capai. Korporasi mungkin cocok untuk mereka yang ingin memaksimalkan keuntungan individu, tetapi seringkali mengorbankan keadilan sosial. Sementara itu, koperasi menawarkan solusi yang lebih inklusif, di mana keuntungan didistribusikan secara adil dan keputusan diambil secara demokratis.

Di Harmoni, masyarakat mulai menyadari bahwa kemakmuran tidak hanya diukur dari besarnya laba, tetapi juga dari seberapa merata manfaatnya dirasakan oleh semua orang. Koperasi Sejahtera Bersama menjadi bukti bahwa bisnis bisa sukses tanpa mengorbankan nilai-nilai keadilan dan kebersamaan.

Pesan untuk Masa Depan

Ketika kita memilih model bisnis, kita juga memilih masa depan seperti apa yang ingin kita ciptakan. Apakah kita ingin hidup dalam masyarakat yang timpang, di mana segelintir orang menguasai segalanya? Ataukah kita ingin membangun dunia yang lebih adil, di mana setiap orang memiliki kesempatan untuk sejahtera?

Kisah Korporasi Maju Jaya dan Koperasi Sejahtera Bersama mengingatkan kita bahwa pilihan ada di tangan kita. Dan seperti kata pepatah,

"Bersama kita bisa, sendirian kita hanya bisa berharap."

 

Sumber: Conversation with DeepSeek

AP. Ciburial, 14 Maret 2025